feminisme



FEMINISME[1]
1.Latar Belakang Munculnya Feminisme
Aliran Feminisme adalah aliran yang ingin memperjuangkan hak-hak dari kaum wanita agar mendapat hak yang sama tanpa adanya diskriminasi. Karena sejarah telah membuktikan bahwasanya hak-hak kaum wanita sering di kesampingkan dalam segala hal baik keluarga maupun hukum, kemudian negara kurang melindungi hak-hak kaum wanita dengan aturan hukum yang ada padahal hak-hak kaum wanita rentan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang sering merugikan kaum wanita. Karena secara esensinya wanita makluk yang lemah dibandingkan dengan pria. Feminisme ini menyangkut bagaimana memossisikan subjek perempuan di dalam masyarakat.
Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki oleh kaumperempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki danotonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya dalam banyak hal.Kedudukan perempuan dalam masyarakat lebih rendah dari laki-laki, bahkanmereka dianggap sebagai “the second sex”, warga kelas dua. Hal ini menunjukanadanya semacam diskriminasi gender yang membandingkan antara laki-laki danperempuan.
2.Pengertian Feminisme
            Feminisme berasal dari bahasa latin “femina” , yang artinya memiliki sifat keperempuanan. Selain itu  Feminisme dapat diartikan gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria[2].Dan Menurut June Hannam (2007:22) di dalam buku Feminism, kata feminisme bisa diartikan sebagai: A recognition of an imbalance of power between the  sexes, with woman in a subordinate role to men(Pengakuan tentang ketidakseimbangan kekuatan antaradua jenis kelamin, dengan peranan wanita berada dibawah pria).
            Marry Wallstonecraff dalam bukunya The Right of Woman pada tahun 1972 mengartikan Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi wanita, gerakan dengan lantang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan derajat antara laki-laki dan wanita.
3.Sejarah Feminisme
Sejarah munculnya gerakan feminis ini tidak dapat terlepas dari filsafat, yang merupakan cikal bakal pengetahuan, realitas, keadilan, dan kebijaksanaan. Setidaknya fungsi filsafat ini ada dua :
1.      Filsafat menawarkan alat untuk dapat berfikir secara jernih, kritis dan konseptual.
2.      Membuat segala sesuatu menjadi masuk akal dengan perhitungan rasional dan kebijaksanaan.
             Pemunculan filsafat terutama filsafat Barat yang dianggap tidak bijaksana. Filsafat Barat tidak bijaksana dalam memperhitungkan suara feminisme. Pandangan tentang perempuan seringkali bias, seksis atau sama sekali diabaikan. Sejak abad 17 telah ditemukan karya-karya filusuf perempuan, seperti dalam bidang metafisika, epistimlogi, teori moral dan lain-lain.
Menurut Waithe, sejak tahun 600-500 SM, karya-karya filsafat perempuan Yunani telah muncul, penulisnya seperti Themistoclea, Theano I dan II, Arignote, Aesara, Phintys, Perictione I dan II, Aspasia, Makrina, Hipatia, Arete, Cleobullina, Axiothea, Julia Domma, Mary Wallstoneccraft. Pada abad 17, Anna Maria Schurman buku tentang pendidikan. Mengapa nama-nama filusuf perempuan tersebut sangat jarang muncul ke permukaan? Di sinilah, nampaknya ada peminggiran terhadap filusuf-filusuf perempuan[3].
Munculnya gerakan feminisme pada masyarakat Barat tidak terlepas dari sejarah masyarakat Barat yang memandang rendah terhadap kedudukan perempuan, dan kekecewaan masyarakat Barat terhadap pernyataan kitab suci mereka terhadap perempuan.
            Pakar sejarah Barat, Philip J.Adler dalam buku “World Civilization” menggambarkan bagaimana kekejaman masyarakat Barat dalam memandang dan memperlakukan perempuan. Sampai abad ke 17, masyarakat Eropa masih memandang perempuan sebagai jelmaan syaitan atau alat bagi syaitan untuk menggoda manusia, dan meyakini bahawa sejak awal penciptaannya, perempuan merupakan ciptaan yang tidak sempurna. Oleh sebab itu perempuan disebut dengan “female” yang berasal dari bahasa Greek. Ayat “femina” berasal dari kata “fe” dan “minus”. “Fe” bermakna “fides”, atau “faith” yang berarti kepercayaan atau iman. Sedang “mina” berasal dari kata “minus” yang berarti “kurang”. Maka “femina” adalah “seseorang yang mempunyai iman yang kurang
Lahirnya gerakan feminisme yang dipelopori oleh kaum perempuan terbagi menjadi tiga gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki perkembangan yang sangat pesat. Pergerakan paling awal ditemui sejak abad ke-15, Christine de Pizan pernah menulis ketidakadilan yang dialami perempuan.
Tahun 1800-an, muncul pergerakan yang cukup signifikan, di sini tokoh yang muncul Susan dan Elizabeth telah memperjuangkan hak-hak politik, yaitu hak untuk memilih. Diawali dengan kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa dimana Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoracet sebagai pelopornya. Menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negara-negara penjajahan Eropa dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood[4].
1.      Gelombang pertama  atau lebih dikenal suara perempuan
Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles Fourier padatahun 1837. Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul The Subjection of Women (1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme pada gelombang pertama.
Maka, dari latar belakang demikian, di Eropa berkembang gerakan untuk menaikkan derajat kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan Politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Tahun 1792 Mary Wolllstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of theright of Woman yang isinya dapat dikatakan meletakan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak –hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka memberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini dinikmati oleh kaum laki-laki[5].
Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya adalah gender inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualita.
2.    Gelombang ke 2 dikenal dengan pribadi adalah politik
Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan lahirnya Negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan negara-negara Eropa maka lahirlah gerakan Feminisme gelombang kedua pada tahun 1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan diikutsertakannya kaum perempuan dan hak suara perempuan dalam hak suara parlemen. Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dari selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan.
Akhir 1960-an dan awal 1970-an menjadi saksi meningkatnnya aktivisme kaum kiri yang bersemangat di seluruh dunia Barat. Inilah konteks kemunculan Gerakan Pembebasan Perempuan, bersamaan dengan gerakan-gerakan lain seperti Gay Liberation dan Black Power.[6] Feminisme liberal gelombang kedua dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang yahudi kelahiran Algeria yang kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekontruksionis, Derrida. Dalam the laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan white-Anglo-American Feminist, dia menolak essensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida.[7]
Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuan-perempuan yang teropresi di dunia ketiga, dengan asumsi bahwa semua perempuan adalah sama.
3.Gelombang ke 3
Gelombang ketiga feminism sangat dipengaruhi oleh gelombang kedua. Gelombang ketiga ini didorong oleh kebutuhan pengembangan teori dan politik aktivis feminis.
Feminisme sebagai kegiatan politik akar rumputnya tidak hilang. Kaum perempuan tetap aktif hingga sekarang dalam kampanye-kampanye dengan isu tunggal seputar, misalnya pornografi, hak reproduksi, kekerasaan terhadap perempuan dan hak-hak legal perempuan. Kaum feminisi juga terlibat dan memberikan kontribusi yang khas terhadap gerakan gerakan sosial yang lebh luas, seperti gerakan perdamaian dan kampanye menuntut hak-hak kaum lesbian dan gay. Gagasan-gagasan feminis juga memiliki pengaruh dalam politik arus utama dan berbagai perdebatan publik yang lebih luas.[8][15]
.            4. Teori-Teori Feminisme
Teori feminis yang kita kenal sekarang berasal dari periode sebelumnya, namun telah dikembangkan dan mengalami pemberagaman melalui proses debat, kritik dan refleksi yang tak kunjung henti[9]. Hasilnya, berbagai cabang teori dan objek penyelidikan teoritis baru telah muncul dalam waktu yang berlainan selam proses tersebut.
Karena gerakan feminisme ini merupakan sebuah ideologi yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi kaum perempuan untuk mencapai kesetaraan sosial, feminism berkembang menjadi tiga mazhab yang paling dikenal adalah feminisme liberal, radikal dan sosialis. Ketiga mazhab mainstream ini kemudian berkembang menjadi beberapa sub-mazhab seperti feminisme lesbian (lesbian feminist theory), feminisme kultural, eco-feminisme, wanitaisme (womanism atau African-American women’s feminist theory), feminisme pascamodern (postmodern feminist theory), dan feminisme global[10]. Feminisme lesbian dan kultur, misalnya lahir sebagai reaksi terhadap feminisme liberal, keduanya merupakan perluasan dari mazhab feminisme radikal.
Secara umum teori feminisme dikelompokan dalam tabel di bawah ini :
TEORI FEMINISME
Gelombang Awal Feminisme
Gelombang Kedua Feminisme
Gelombang Ketiga Feminisme
  Feminisme Liberal
  Feminisme Radikal
  Feminisme sosialis-marxis
  Feminisme Eksistensialis
  Feminisme Gynosentris
  Feminisme postmoderen
  Feminisme Multikultural
  Feminisme global
  Ecofeminisme

1.      Gelombang Awal Feminisme
A.    Feminis Liberal
Teori feminis liberal meyakini bahwa masyarakat telah melanggar nilai tentang hak-hak kesetaraan terhadap wanita terutama dengan cara mendefinisikan wanita sebagai sebuah kelompok ketimbang sebagai individu-individu. Mazhab ini mengusulkan agar wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Para pendukung feminisme liberal sangat banyak, antara lain John Stuart Mill, Harriet Taylor, Josephine St. Pierre Ruffin, Anna Julia Copper, Ida B. Wells, Frances E. W. Harper, Mary Church Terrel dan Fannie Barrier Williams[11].
Gerakan utama feminisme liberal tidak mengusulkan perubahan struktur secara fundamental, melainkan memasukan wanita ke dalam struktur yang ada berdasarkan prinsip kesetaraan dengan laki-laki. Lebih kepada perjuangan yang harus menyentuh kesetaraan politik antara wanita dan laki-laki melalui penguatan perwakilan wanita di ruang-ruang publik.
Para feminis liberal aktif memonitor pemilihan umum dan mendukung laki-laki yang memperjuangankan kepentinga wanita. Berbeda dengan para pendahulunya, feminis liberal saat ini cenderung lebih sejalan dengan model liberalisme kesejahteraan atau egalitarian yang mendukung sistem kesejahteraan negara (welfare state)[12] dan meritokrasi.
B.     Feminis Radikal
Feminis radikal lahir dari aktivitas dan analis politik mengenai hak-hak sipil dan gerakan-gerakan perubahan sosial pada tahun 1950-an; serta gerakan-gerakan wanita yang semarak pada tahun 1960-an dan 1970-an. Namun demikian, mazhab ini dapat dilacak pada para pendukungnya yang lebih awal. Lewat karyanya, Vindication of the Rights of Women, Mary Wollstonecraff pada tahun 1797 menganjurkan kemandirian wanita dalam bidang ekonomi[13]. Maria Stewart, salah satu feminis kulit hitam pertama, pada tahun 1830-an mengusulkan penguatan relasi diantara wanita kulit hitam. Elizabeth Cuddy Stanton pada tahun 1880-an menentang hak-hak seksual laki-laki terhadap wanita dan menyerang justifikasi keagamaan yang menindas wanita.
Feminis radikal juga dikembangkan dari gerakan-gerakan Kiri Baru (New Left) yang menyatakan bahwa perasaan-perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan pada dasarnya diciptakan secara politik dan karenanya transformasi personal melalui aksi-aksi radikal merupakan cara dan tujuan yang paling baik. Mazhab ini secara fundamental menolak agenda feminisme liberal mengenai kesamaan hak wanita;dan menolak strategi kaum liberal yang bersifat tambal sulam, incremental, dan tidak menyeluruh. Berseberangan dengan feminis liberal yang menekankan kesamaan antara wanita dan laki-laki. Misalnya, wanita dan laki-laki mengkonseptualisasikan kekuasaan secara berbeda. Bila laki-laki berusaha untuk mendominasi dan mengontrol orang lain; wanita lebih tertarik untuk berbagi dan merawat kekuasaan.
Inti ajaran feminis radikal diantaranya, the persona is politcal sebagai slogan yang kerap digunakan oleh feminis radikal[14]. Maknannya : bahwa pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai ketidakadilan dan kesengsaraan yang oleh para wanita dianggap sebagai masalah-masalah personal, pada hakikatnya adalah isu-isu politik yang berakar pada ketidakseimbanga kekuasaan antara wanita dan laki-laki. Memprotes eksploitasi wanita dan pelaksanaan peran sebagai istri, ibu dan pasangan sex laki-laki, serta menganggap perkawinan sebagai bentuk formalisasi pendiskriminasian terhadap wanita. Menolak sistem hierarkis yang berstrata berdasarkan garis gender dan kelas, sebagaimana diterima oleh feminis liberal.
C.    Feminis Marxis atau Sosialis
Feminis sosialis mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Menurut Jagga, mazhab ini merupakan sintesa dari pendekatan historis-materialis Marxisme dan Engels dengan wawasan the personal is political dari kaum feminis radikal[15]meskipun banyak pendukung mazhab ini kurang puas dengan analisis Marx dan Engels yang tidak menyapa penindasan dan perbudakan terhadap wanita.
Marx menyatakan kondisi material atau ekonomi merupakan akar kebudayaan dan organisasi sosial. Cara-cara hidup manusia merupakan hasil dari apa yang mereka produksi dan bagaimana mereka memproduksinya. Maka, semua sejarah politik dan intelektual dapat difahami dengan mengetahui mode of econmic production yang dilakukan oleh bangsa manusia. Kesadaran dan diri berubah mengikuti perubahan lingkungan material. Marx berargumen, “it is not consciousness that determines life but life that determines consciousness”. Menurut Engels, wanita dan laki-laki memiliki peranan-peranan penting dalam memelihara keluarga inti. Namun karena tugas-tugas tradisional wanita mencakup pemeliharaan rumah dan penyiapan makanan, sedangkan tugas laki-laki mencari makanan, memiliki dan memerintah budak, serta memiliki alat-alat yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas tersebut, laki-laki memiliki akumulasi kekayaan yang lebih besar ketimbang wanita. Akumulasi kekayaan ini menyebabkan posisi laki-laki di dalam keluarga menjadi lebih penting daripada wanita dan pada gilirannya mendorong laki-laki untuk mengeksploitasi posisinya dengan menguasai wanita dan menjamin warisan bagi anak-anaknya.
Feminis sosialis lebih menekankan wanita tidak dimasukan analisis kelas, karena pandangan bahwa wanita tidak memiliki hubungan khusus dengan alat-alat produksi. Karenanya, perubahan alat-alat produksi merupakan necessary condition, meskipun bukan sufficient condition dalam mengubah faktor-faktor yang mempengaruhi penindasan terhadap wanita.
Teori feminis menjadi kian beragam dan cenderung menitiberatkan perhatian pada persoalan-persoalan khusus ketimbang berusaha memotret kondisi perempuan secara umum. Pengakuan akan adanya perbedaan antara kaum perempuan itu sendiri menjadi isu teoritis utama.
D.      Feminisme anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan laki-laki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan
2.      Gelombang Kedua Feminisme
A.    Feminisme Eksistensialis
Feminisme eksistensialis melihat ketertindasan perempuan dari beban reproduksi yang di tanggung perempuan, sehingga tidak mempunyai posisi tawar dengan laki-laki.
B.     Feminisme Gynosentris
Feminisme Gynosentris melihat ketertindasan perempuan dari perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan perempuan lebih inferior dibandingkan laki-laki.
3.      Gelombang Ketiga Feminisme
A.    Feminisme Postmoderen
Postmodern menggali persoalan aliansi perempuan seksual, psikologis, dan sastra dengan bertumpu  pada bahasa sebagai sistem.
B.     Feminisme Multikultural
Feminisme multikultural melihat ketertindasan perempuan sebagai “satu definisi” dan tidak melihat ketertindasan terjadi dari kelas dan ras, preferensi sosial, umur, agama, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
C.    Feminisme Global
Feminisme global ini lebih menekankan ketertindasannya dalam konteks perdebatan antara feminisme di dunia yang sudah maju dan feminisme di dunia yang sedang berkembang.
D.    Ecofeminisme
Ecofeminisme ini berbicara tentang ketidakadilan perempuan dalam lingkungan, berangkat  dari adanya ketidakadilan yang dilakukan manusia terhadap non-manusia atau alam. Feminisme ekofemonisme, melihat individu secara koprehensif yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi. Ragam ini berupaya memberikan kesadaran pada perempuan dan berhak untuk mengaktualisasikannya di mana pun ia berada termasuk dalam dunia maskulin[16].
Impelentasi teori feminisme ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Aplikasi teori feminisme dalam pembangunan adalah dengan dikembangkannya alat analisis berpersfektif feminisme yang dikenal dengan “Teknik Analisis Gender TAG”.
5.Organisasi Feminisme di Indonesia
Gerakan feminisme di Indonesia muncul sekitar abad 18-19 M. Tokoh feminisme di Indonesia abad ke-19 R.A. Kartini karena dipengaruhi oleh politik etis, sadar akan kaumnya masih terbelakang dan terkukung dalam budaya feodalis. Ia lahir di Jepara tahun 1870, ia merupakan anak ke-2 dari bupati Jepara. Bermula dari kebiasaannya menulis. Sering kali Ia menulis  sebuah surat yang berisikan amarah yang selama ini mengengkang kebebasannya dan menghalangi emansipasi rakyat jawa, kaum perempuan khususnya. Inti dari gerakan Kartini ialah untuk pengarahan, pengajaran agar anak-anak perempuan mendapatkan pendidikan  Selain Kartini pada generasi berikutnya muncul pahlawan emansipasi lainnya seperti  Dewi Sartika berasal dari Priangan Jawa Barat, Rohana Kudus Sumatera Barat.
Semakin lama tumbuhlah kesadaran akan emansipasi kaum perempuan. Akhirnya dibentuk sebuah wadah dalam bentuk organisasi. Organisasi dibentuk guna kepentingan kaum perempuan untuk memperjuangkan perempuan dalam perkawinan mempertinggi kecakapan dan pemahaman ibu sebagai pengatur dan pengontrol dalam rumah tangga. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memperluas  lapangan pekerjan, memperbaiki pendididkan dan mepertinggi kecakapan. Namun sayangnya oganisasi pada masa itu yang di nilai bertentangan dengan orde baru dibubarkan. Selanjutnya Soeharto menciptakan organisasi yag berbasis “ibuisme” dan pada 1 Oktober 1965 di mulailah rezim pemerintahan orde baru.
Pada abad ke 20 muncullah organisasi perempuan secara formal. Seperti Putri Mardika tahun 1912 di Jakarta.  Organisasi ini dibentuk bertujuan untuk memajukan pendidikan bagi perempuan serta berusaha membiasakan perempuan untuk tampil di depan umum dengan tanpa rasa takut. Kemudian muncul organisasi perempuan di Tasik 1913, Sumedang dan Cianjur 1916, Ciamis 1917.. Organisasi ini di bentuk bertujuan menyediakan sekolah khusus bagi perempuan yang bernama Kartini di Jakarta, kemudian didirikan lagi di Madiun, Malang, Cirebon, Pekalongan, Indramayu dan Rembang. Namun sekolah ini kebanyakan diikuti oleh para kaum bangsawan.
Organisasi perempuan yang bergaris agama muncul pada tahun 1920. Di Yogyakarta ada Aisyiyah sebuah organisasi perempaun dibentuk dalam rangka pemberharuan Muhamdiyah yang bediri tahun 1917. Dan juga pada thun 1925 berdiri Serikat Putri Islam.
Munculnya kesadaran politik ditandai dengan adanya kongres wanita tanggal 22-23 desember 1928 di Yogyakarta. Kongres perempuan ini diadakan oleh organisasi-organisasi perempuan antara lain Wanita Utama. Puteri Indonesia, Wanita Katholik, Wanita Muljo, Aisyiyah, Serikat Isteri Buruh Indonesia, Jong Java, Wanita Taman Siswa. Yang menghasiklan keputusan bahwa kesamaan derajat akan tercapai dalam susunan masyarakat yang tidak terjajah. Tahun 1932 organisasi Isteri Sedar di mana organisasi ini tidak hanya terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Organisasi ini dianggap sebagai organisasi yang radikal. Karena menyimpang dari kaedah agama.
             
6.Lahirnya feminisme islam

            Sebenarnya kedatangan Islam pada abad ke-7 M membawa revolusi gender. Islam hadir sebagai ideologi pembaharuan terhadap budaya-budaya yang menindas perempuan, merubah status perempuan secara drastis. Tidak lagi sebagai second creation (mahluk kedua setelah laki-laki) atau penyebab dosa. Justru Islam mengangkat derajat perempuan sebagai sesama hamba Allah seperti halnya laki-laki. Perempuan dalam Islam diakui hak-haknya sebagai manusia dan warga negara, dan berperan aktif dalam berbagai sektor termasuk politik dan militer. Islam mengembalikan fungsi perempuan yang juga sebagai khalifah fil ardl pengemban amanah untuk mengelola alam semesta. Jadi dengan kata lain, gerakan emansipasi perempuan dalam sejarah peradaban manusia sudah dipelopori oleh risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw

Konsep Feminisme Islam     

Para feminisme muslim mengajukan konsep kesetaraan sebagai solusi terhadap problem ketidaksertaan gender. Asghar, salah satu orang dari mereka, mengajukan konsep kesetaraan antara lelaki dan perempuan dalam Al-Qur’an yang menurutnya mengisyaratkan 2 (dua) hal :
     1.   Pertama, dalam pengertiannya yang umum, harus ada penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setaraa .
     2.   Kedua, orang yang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang social, ekonomi dan politik, seperti kesetaraan hak untuk mengadakan akad nikah atau memutuskannya, kesetaraan hak untuk memiliki atau mengatur harta miliknya tanpa campur tangan pihak lain, kesetaraan hak untuk memilih atau menjalani cara hidup, dan kesetaraan hak dalam tanggung jawab dan kebebasan.
            Secara ringkas, substansi ide feminis muslim ini menurut Taqiyyuddin An-Nabhani ialah menjadikan kesetaraan (al-musaawah/equlity) sebagai batu loncatan atau jalan untuk meraih hak-hak perempuan. Feminisme pasa dasarnya adalah  keseteraan kedudukan laki-laki dan perempuan. Sementara ide cabang yang di bangun di atas dasar itu, ialah kesetaraan hak-hak antara laki-laki dan perempuan
PENUTUP
A.Kesimpulan
 Pada intinya feminisme berakar dari sebuah kesadran yang timbul sebagai akibat dari penindasan yang dialami kuam perempuan. Mulai dari sebuah perjuangan menuntut akan hak yang seharusnya mereka terima, yakni di perlakukan secara kodrati sebagai wanita.
Keperacayaan pada zaman dulu yang memenadang bahwa seorang laki-laki yang berkedudukan lebih tiggi dari perempuan bebas melakukan intimidasi sekarang mulai terhapuskan. Dengan adanya feminisme kaum wanita lebih terangkat harkat dan martabat mereka. Garakan feminisme memberikan sebuah pengaruh besar pada kemajuan wanita. Wanita sekarang mempunyai hak yang sama degan laki-laki dalam berbagai bidang, pendidikan, ekonomi dan juga status sosial mereka  lebih diakui.

.


[2] W.J.S. Poerardaminta.Kamus Umum Bahasa Indonesia(Jakarta:PN balai pustaka,1976).Hal 281


[3]Gadis Ariva, Pembongkaran Wacana Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif Feminism, (Disertasi Fakultas iIlmu Pengetahuan Budaya, Universiti Indonesia, 2002) hal.94
[4]Mary Crawford dan Rhoda Unger, Women and Gender : A Feminist Psychology,( New York : McGraw-Hill, 2004)hal.4
[5]Rowbotham, Sheila, Women in Movement: Feminism and Social Action, (New York, McGrawHill, 2000), h.6-7
[6][Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), (Bandung : Jalasutra, 2009) h. 5-6
[7] Lihat Mary Crawford dan Rhoda Unger, ibid., hal.4

[8]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), h.5-6
[9]Stevi Jackson dan Jackie Jones,Ibid., hal. 10
[10]Christine Flynn Saulnier, Feminist Theories and Sosial Work : Approaches and Applications, (New York : The Haworth Press, 2000)
[11]Christine Flynn Saulnier, Feminist Theories and Sosial Work : Approaches and Applications, (New York : The Haworth Press, 2000)

[12]Thoenes mendefinisikan Welfare state sebagai “a form of society characterised by a system of democratic goverment-sponsored welfare placed on a new footing and offering a guarantee of collective social care to its citizens, concurrently with the maintenance of a capitalist system of production” (Suharto, 2005)
[13]Rowbotham, Sheila, Women in Movement: Feminism and Social Action, New York :McGrawHill.2000) hal.6-7
[14]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), hal. 6
[15]Mansour Fakih, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), hal. 85
[16] Dadang Ansori. Membincangkan Feminisme.( Bandung: Pustaka Hidayah,1997)hal.19

Komentar

  1. Para feminis yang mengutuk patriarki, harus baca ini: http://berita.ferisulianta.com/2018/12/fakta-memperlihatkan-patriarki-adalah.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 unsur kebudayaan suku batak simalungun

Geostrategi dikaitkan dengan era globalisasi